ANDRAGOGI

Daun Anyelir

Psikologi Belajar Orang Dewasa (Andragogi) Dalam Membangun Asumsi Positif Terhadap Peserta Diklat

Apapun ilmunya.... pokoknya di masukin blog biar gak lupa... Pelajaran dari diklat IN Guru Pembelajar


Oleh : Desy Puspita Indah, S.Sos, M.Pd

 Abstrak

Tujuan umum dari penulisan ini untuk menguraikan tentang psikologi pembelajaran orang dewasa dari mulai dari konteks pembelajaran orang dewasa, dan sebagai fasilitator harus membangun asumsi positif terhadap peserta diklat. Tujuan khususnya untuk memperkaya wawasan pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada orang dewasa untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Metode yang dipakai adalah deskriptif. Kesimpulan yang di dapat dalam konteks pembelajaran orang dewasa ialah diperlukan rasa nyaman baik secara sosial, psikologi juga spritual serta terjalin rasa memiliki untuk memotivasi diri untuk belajar. Dalam hal ini, kegiatan pembelajaran memerlukan  perencanaan yang sistematis juga terkoordinator agar dapat berjalan sesuai dengan perencanaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga dari segi sosial dan psikologis. Dalam hal ini diharapkan agar orang dewasa dapat mengembangkan pribadi secara optimal dan berpartisipasi secara seimbang dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya yang terus berkembang.

Kata kunci: pembelajaran, orang dewasa



Pendahuluan
Pembelajaran pada orang dewasa merupakan pendidikan yang diperuntukkan bagi orang dewasa. Pendidikan orang dewasa mempunyai pendekatan, ruang lingkup dan tujuan maupun strategi yang berbeda dengan pendidikan untuk anak-anak. Dalam hal ini pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan peserta didik. Dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada.

Selain pendidikan terhadap anak-anak dikenal pula pendidikan terhadap orang dewasa atau yang secara khusus disebut dengan istilah andragogi. Istilah andragogi berasal dari bahasa yunani; yaitu “andre” yang berarti orang dewasa dan “agagos” yang berarti mendidik, sehingga andragogi diartikan sebagai ilmu membimbing belajar orang dewasa. Pendidikan terhadap orang dewasa merupakan kajian khusus yang sedikit berbeda dengan pendidikan terhadap anak-anak.Pendidikan yang lebih dikenal selama ini adalah lebih kepada pendidikan terhadap anak-anak. Hal ini dapat dilihat dari besarnya porsi dan perhatian yang diberikan terhadap pendidikan anak-anak. Baik orang tua maupun guru secara bersama-sama berusaha memberikan input pengetahuan yang bermanfaat kepada anak-anak sehingga hampir sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan untuk belajar. Hal ini memang diperlukan untuk perkembangan nalar dan mental anak.

Pendidikan terhadap orang dewasa relatif lebih rumit daripada pendidikan terhadap anak-anak.  Hal ini disebabkan karena orang dewasa telah memiliki konsep yang terbangun lebih rumit dari pada anak-anak. Hal lain adalah masalah pokok belajar orang dewasa juga lebih kompleks dari pada anak-anak. Hal lain yang dapat juga disebutkan adalah masalah waktu dan tempat yang harus disesuaikan dengan karakter orang dewasa, juga hal-hal yang berkaitan dengan keterbatasan fisik dan indera.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka yang menjadi rumusan masalah  penulis adalah: Bagaimanakah psikologi belajar orang dewasa dalam membangun asumsi positif terhadap peserta diklat ?

Pembahasan


Definisi Pendidikan Orang Dewasa (Andragogi)
Belajar bagi orang dewasa berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya sendiri. Perbedaan antara anak-anak dan dewasa dapat ditinjau dari 3 hal yaitu :

Sosilogis, individu telah mampu melakukan peran-peran social yang biasa dibebankan kepadanya.
Psikologis, individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, tidak selalu tergantung dengan orang lain, bertanggung jawab, mandiri, berani mengambil resiko, mampu mengambil keputusan merupakan ciri orang dewasa.
Biologis, individu dikatakan dewasa apabila telah menunjukkan tanda-tanda kelamin sekunder.
Dapat dikatakan bahwa andragogi merupakan suatu ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa belajar (knowles:1980 dalam Supriyanto, 2007).

Menurut UNESCO dalam Supriyanto, 2007 mendefinisikan pendidikan orang dewasa berikut ini : “Keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan isi, tingkatan, metodenya, baik formal atau tidak, yang melanjutkan maupun menggantikan pendidikan semula di sekolah, akademi dan universitas serta latihan kerja, yang membuat orang yang dianggap dewasa oleh masyarakat mengembangkan kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknis atau profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan perilakunya dalam persfektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi dalam pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya yang seimbang dan bebas.”

Defenisi di atas mengindikasikan bahwa pendidikan orang dewasa harus terorganisir dan berorientasi pada pengembangan dan perubahan kognitif, afektif dan psikomotor serta berpartisipasi aktif dalam pengembangan sosial dan budaya.

Knowles; (1970) mengemukakan beberapa asumsi orang dewasa yang meliputi :

Konsep diri; di mana orang dewasa telah memiliki konsep diri yang matang dan tidak tergantung pada orang lain, hal ini berimplikasi dalam proses pendidikan.
Pengalaman, setiap orang dewasa memiliki pengalaman yang berbeda dengan pengalaman orang dewasa lainnya, sehingga peserta diklat orang dewasa dapat dijadikan sumber belajar dan penekanan dalam proses belajar bersifat aplikatif praktis.
Kesiapan untuk belajar; orang dewasa akan belajar apabila apa yang dipelajari sesuai dengan peranan sosial yang diembannya, karena itu proses belajar hendaknya disusun berdasarkan peranan sosial.
Orientasi terhadap belajar; orang dewasa mau belajar apabila dapat meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah mereka. Implikasinya dalam proses belajar mengajar, fasilitator berperan sebagai pemberi bantuan kepada peserta.
Pada dasarnya orang dewasa lebih banyak memiliki permasalahan dan komplek dibandingkan dengan anak-anak, oleh karena itu pembelajaran orang dewasa juga lebih sulit dan harus sesuai dengan kebutuhan orang terebut. Orang dewasa akan lebih siap belajar apabila mempunyai dorongan untuk lebih tahu sesuatu, ole karena itu perlu dirancang untuk dapat menimbulkan ransangan keingintahuan.

Ada beberapa masalah pokok dalam pembelajaran orang dewasa yaitu;

Lemahnya motivasi
Banyak orang dewasa merasa bahwa mereka sukar dilatih. Mereka kurang bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, dan terlalu tua untuk belajar, sehingga motivasi mereka  rendah dalam mengikuti pembelajaran.

Sulit melupakan kebiasaan.
Orang dewasa sering mempunyai kesulitan untuk memperbaiki kesalahan yang telah menjadi kebiasaan. Mereka cenderung mengulangi terus menerus walaupun tahu bahwa mereka berbuat salah.

Daya ingat yang kurang baik
Orang dewasa mempunyai daya ingat yang kurang baik atau sering lupa sebagai pengaruh usianya.

Penolakan terhadap perubahan
Orang dewasa mempunyai kesulitan dalam menerima gagasan, konsep, metode dan prinsip baru. Seolah-olah mereka sudah yakin apa yang mereka ketahui dan alami telah baik dan benar, sehingga sering menolak sesuatu yang baru. Penolakan terhadap perubahan tersebut mengakibatkan mereka bertindak otoriter sebagai cara untuk mempertahankan diri.

Selain pendapat tersebut di atas, umumnya yang sering dikeluhkan orang dewasa ketika masuk dalam kegiatan pembelajaran adalah hambatan karena faktor fisik (penglihatan, pendengaran, tenaga, dsb). Sebenarnya tanpa disadari ada juga hambatan dari faktor psikologis.  Untuk itu,  seorang fasilitator harus mengetahui dan belajar memahami kondisi psikologis warga belajarnya. Kondisi psikologis tersebut yaitu :

Belajar merupakan pengalaman yang berharga bagi orang dewasa. Maka orang dewasa tidak perlu diajar, tapi dimotivasi untuk memperoleh pengetahuan, kerampilan dan sikap yang baru.
Orang dewasa mau belajar bila ada hubungan dengan kebutuhannya.
Kadang belajar dirasakan sebagai proses yang menyakitkan, sebab tujuan belajar adalah perubahan perilaku. Sementara sikap, pengetahuan, norma, kebiasaan sudah melekat pada dirinya.
Belajar merupakan hasil dari mengalami sesuatu. Jadi tidak akan banyak hasilnya bila mereka diceramahi dan digurui untuk melakukan sesuatu.
Bagi orang dewasa belajar merupakan sesuatu yang khas dan bersifat individual. Jadi setiap orang mempunyai cara dan kecepatan sendiri dalam memecahkan masalah. Akan lebih baik kalau mereka mengamati dan belajar dari pengalaman orang lain.
Sumber belajar yang paling berharga ada di dalam diri orang dewasa itu sendiri, selanjutnya digali dan ditata kembali agar lebih efektif.
Belajar merupakan proses emosional dan intelektual.
Belajar merupakan hasil kerjasama antar manusia, maka diharapkan mau untuk saling menerima, memberi, menghargai, dan berbagi dengan orang lain.
Belajar juga merupakan proses evaluasi. Maka perubahan sikap tidak bisa terjadi seketika, tapi perlu waktu dan proses.
Dari gambaran kondisi psikologis di atas, maka fasilitator dalam melakukan proses pembelajaran orang dewasa perlu menciptakan suasana belajar yang kondusif. Suasana ini diciptakan tidak hanya antar peserta tapi juga dengan tim fasilitator. Idealnya setiap orang yang berinteraksi dengan peserta (termasuk penyelenggara diklat dan panitia) hendaknya memiliki semangat saling menghargai sehingga komunikasi dan interaksi yang terjalin lebih bersifat humanis.
Prinsip-prinsip belajar orang dewasa
Ada beberapa prinsif belajar orang dewasa, yaitu sebagai berikut :

Nilai manfaat. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang ia pelajari mempunyai nilai manfaat bagi dirinya. Apabila sesuatu yang dipelajari tidak mempunyai manfaat bagi dirinya, ia akan enggan untukbelajar.
Sesuai dengan Pengalaman. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajarinya sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada pa dirinhya. Ini berarti apa yang disampaikan kepada mereka didasarkan pada pengalaman yang dipunyai oleh orang itu.
Terkait Masalah sehari-hari. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila bahan yang dipelajari berpusat pada masalah yang dihadapi sehari-hari. Apabila mereka dibantu mengatasi permasalahan mereka dengan jalan memberikan pelajaran tertentu, mereka akan sangat bergairah dan mau belajar untuk itu.
Praktis. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajari praktis dan mudah diterapkan.
Sesuai dengan kebutuhan. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajari sesuai dengan kebutuhan mereka. Apabila kebutuhan itu dapat dipenuhi dengan belajar maka ia sangat bergairah dalam belajarnya.
Menarik. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajari menarik baginya. Misalnya, apa yang dipelajari merupakan hal yang baru atau mudah baginya untuk dipraktekkan.
Berpatisipasi aktif. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila ia mengambil bagian di dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang kurang melibatkan pesertanya akan kurang menarik.
h    Kerja sama. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila terdapat situasi antara fasilitator/widyaiswara dengan peserta diklat saling kerja sama dan saling menghargai. Situasi semacam ini kan menimbulkan rasa aman dalam diri peserta diklat untuk belajar.

Untuk mencapai efektivitas belajar mengajar orang dewasa, hendaknya fasilitator/ widyaiswara mengingat dan membangun suasana belajar orang dewasa sebagai berikut :

Manusia yang aktif dan kreatif. Harus diakui bahwa setiap pribadi memiliki keunikan dan orang dewasa bukan kumpulan orang pasif yang hanya menerima gagasan seseorang, nilai-nilai, dan jawaban orang lain. Mereka adlmahluk yang aktif dan kreatif yang memerlukan kesempatan untuk mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapinya.
Suasana saling menghormati. Orang dewasa belajar lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati. Ia lebih senang kalau bisa turut berpikir dan mengemukakan pendapatnya, daripada fasilitator menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.
Suasana saling menghargai. Karena orang dewasa bersifat unik, maka lepas dari benar atau salah segala pendapatnya, perasaan, pikiran, gagasan, dan teori serta sitem nilainya perlu dihargai.
Suasana saling percaya. Mereka yang belajar perlu percaya kepada yang mengajar. Namun mereka perlu pula mersa mendapat kepercayaan kepada diri sendiri. Tanpa kepercayaan, situasi belajar tidak akan mendapat hasil yang diharapkan.
Suasana tidak mengancam. Peserta diklat harus mendapat rasa aman dalam situasi belajarnya. Dalam situasi belajar, ia boleh berbeda dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam
Suasana penemuan diri. Dalam proses belajar yang perlu bagi orang dewasa adalah bagaimana ia lebih banyak diberi kesempatan menemukan diri sendiri dengan bimbingan fasilitator, akan kebutuhannya memecahkan masalah dana kesalahan-kesalahannya, sehingga ia dapat menemukan segala kekuatan dan kelemahannya.
Suasana keterbukaan. Seluruh warga belajar dan fasilitator perlu memiliki sikap terbuka. Terbuka untuk mengungkapkan diri dan terbuka mendengarkan orang lain.
Suasana membenarkan perbedaan. Dengan latar belakang pendidikan, kebudayaan dan pengalaman masa lampau, peserta diklat dapat investasi berharga justru karena perbedaannya.
Suasana mengakui hak untuk berbuat salah. Suasana belajar sebenarnya adalah apabila peserta diklat mencoba prilaku baru, sikap baru, dan mencoba pengetahuan baru. Kesalahan dan kekeliruan adalah bagian yang wajar dari belajar.
Suasana membolehkan keraguan. Pemaksaan untuk menerima salah satu teori sebagai yang paling tepat dan benar akan dapat menghambat proses belajar. Keraguan diperkenankan untuk waktu yang cukup agar tercapai keputusan akhir yang memuaskan.
Evaluasi bersama dan evaluasi diri. Orang dewasa selalu ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Oleh karena itu, evaluasi bersama untuk seluruh angggota kelompok dirasakan berharga sebagai bahan renungan.


Suasana belajar orang dewasa
Fasilitator/pelatih harus membangun asumsi yang baik tentang peserta didik, sering terjadi peserta didik cendrung terbentuk sesauai dengan asumsi fasilitator. Dengan kata lain peserta didik akan mewujudkan asumsi fasilitator mengenai mereka. Peserta didik yang diperlakukan sebagai pengacau, menjadi perusuh; siswa yang dianggap tidak bertanggungjawab, memang berkelakuan tidak bertanggungjawab; siswa yang diramalkan akan gagal, berkelakuan seperti orang yang gagal. Tentu saja gejala asumsi berwujud berlangsung juga ke arah positif. Siswa yang dianggap cakap, dewasa, bertangggungjawab dan berhasil. Sering bekerja demikian sehingga mewujudkan apa yang diramalan.

Menurut Lunandi; (1987), kemajuan pesat dan perkembangan berarti tidak diperoleh dengan menantikan pengalaman melintasi hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan. Menurut Verner dan Davison dalam Lunandi; (1987) ada enam faktor yang secara psikologis dapat menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan :

Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat dinilai secara jelas mulai bergerak makin jauh.
Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat dinilai secara jelas mulai berkurang.
Masa bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam sitauasi belajar.
Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah daripada spektrum.
Pendengaran atau kemamouan menerima suara mengurang dengan bertambahnya usia.
Perbedaan bunyi atau kemampuan untuk membedakan bunyi makin mengurang dengan bertambahnya usai.
Dalam konteks pembelajaran orang dewasa, sebagai pelatih harus memangun asumsi positif terhadap peserta diklat; pertukaran pendapat dengan peserta bertujuan untuk memperkaya wawasan bukan dalam rangka mencoba apalagi saling menyudutkan, peserta kelihatan santai karena mereka butuh suasana yang menyenangkan bukan karena mereka mau main-main atau tidak serius. Sebagian mereka kelihatan super aktif karena pembelajaran orang dewasa memang mengutamakan peran aktif peserta didik dan mereka akan belajar jika pendapatnya dihormati. Belajar orang dewasa bersifat unik, pelatih harus berfikir positif, jika umumnya mereka mempunyai pendapat yang berbeda harus dimaknai sebuah kekayaan dalam proses pembelajaran, orang dewasa mempunyai kecerdasan yang beragam, konsekuensinya memungkinkan terjadinya berbagai cara belajar.

Dapat disimpulkan bahwa gaya mengajar fasilitator/pelatih sangat penting. Hal ini dikemukakan dalam buku Rosenthal dan Jacobson (1968), yang berjudul Pygmalyon in the Classroom. Dalam memilih strategi, pelatih harus berpedoman pada tiga kriteria:

Sifat dari tujuan belajar yang harus dicapai
Kebutuhan untuk memperkaya pengalaman belajar, seperti meningkatkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
Kemampuan peserta yang tercakup dalam tugas.
Lunandi (1984) menyatakan bahwa sikap fasilitator mempunyai dampak yang lebih besar terhadap para peserta daripada tujuan pendidikan  atau teknik pendidikan. Dia memberikan masukan beberapa sikap yang perlu dikembangkan oleh seorang fasilitator/widyaiswara dalam membangun proses belajar pada orang dewasa adalah:

Empati; Menyatu dalam pengalaman peserta, merenungi makna pengalaman tersebut dan menekan penilaian pribadi fasilitator.
Kewajaran; Bersikap jujur, apa adanya, wajar, terus terang, konsisten, dan terbuka.
Respek; Mempunyai pandangan positif terhadap peserta, menerima orang lain dengan penghargaan penuh, menghargai perasaan, pengalaman dan kemampuan peserta.
Komitmen dan kehadiran; Menghadirkan diri secara penuh, siap menyertai kelompok dalam segala keadaan.
Membuka diri; Menerima keterbukaan orang lain, tanpa menilai dari ukuran, konsep dan pengalaman pribadi fasilitator.
Tidak menggurui.
Tidak menjadi ahli; Tidak terpancing untuk menjawab setiap pertanyaan peserta, seakan-akan fasilitator ahli dalam segala bidang.
Tidak berdebat. Coba untuk mengalihkan untuk menjadi diskusi umum
Tidak diskriminatif; Karena peserta orang dewasa sifatnya heterogen, fasilitator hendaknya memberikan perhatian pada semua peserta.
Penutup
Andragogi adalah ilmu atau seni membimbing orang dewasa belajar. Pembelajaran bagi orang dewasa tentunya sangat berbeda dengan pembelajaran terhadap anak-anak (paedagogi). Oleh karena itu, untuk keberhasilan pendekatan andragogi ini, seorang fasilitator/widyaiswara harus memahami berbagai hal yang mengenai asumsi, masalah-masalah, prinsip-prinsip, dan suasana belajar orang dewasa, serta sikap yang perlu dikembangkan oleh seorang fasilitator.

Seluruh uraian tentang pendekatan andragogi tersebut, bisa dilakukan oleh setiap fasilitator, hanya saja diperlukan keinginan untuk membuka diri, mau mencoba, dan terus berlatih. Agar pembelajaran pada orang dewasa berhasil, sang pendidik (pelatih, instruktur) paling tidak harus mengetahui hal-hal ini secara baik: bagaimana menimbulkan motivasi belajar, tahap proses belajar, ciri-ciri belajar orang dewasa, suasan belajar yang kondusif, tips dan teknik pembelajaran orang dewasa, kunci pembelajaran orang dewasa, dan gaya mengajar.

Penulis menyarankan agar diadakan training khusus untuk para trainer/widyaiswara tentang psikologi belajar orang dewasa, sehingga trainer nantinya diharapkan memiliki pengetahuan yang cukup tentang psikologi belajar orang dewasa sehingga mampu menerapkannya dalam melatih dan mendidik dengan lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, Ishak. (2000). Strategi Membangun Motivasi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung : CV Andira.

    Arif, Zainuddin (1994) Andragogi. Bandung: Angkasa

Basleman, Anisah. (2005). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta : Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia.

    Knowles, Malcolm (1970): The modern practicsof adult education, andragogy versus.

    Lunandi, A.G. (1984). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta  : PT. Gramedia.

Suprijanto, H. (2007). Pendidikan orang dewasa; dari teori hingga aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.